"Allah Memusnahkan Riba dan Menyuburkan Sedekah. Dan Allah tidak Menyukai Orang Yang Selalu Dalam Kekafiran dan Selalu Berbuat Dosa" (Q.S. Al Baqarah :276)

Kamis, 15 Mei 2008

Tantangan Ekonomi Syariah Dan Peranan Ekonom Muslim

Oleh: Agustianto

Kemunculan ilmu Islam ekonomi modern di panggung internasional, dimulai pada tahun 1970-an yang ditandai dengan kehadiran para pakar ekonomi Islam kontemporer, seperti Muhammad Abdul Mannan, M. Nejatullah Shiddiqy, Kursyid Ahmad, An-Naqvi, M. Umer Chapra, dll. Sejalan dengan itu berdiri Islamic Development Bank pada tahun 1975 dan selanjutnya diikuti pendirian lembaga-lembaga perbankan dan keuangan Islam lainnya di berbagai negara. Pada tahun 1976 para pakar ekonomi Islam dunia berkumpul untuk pertama kalinya dalam sejarah pada International Conference on Islamic Economics and Finance, di Jeddah.

Di Indonesia, momentum kemunculan ekonomi Islam dimulai tahun 1990an, yang ditandai berdirinya Bank Muamalat Indoenesia tahun 1992, kendatipun benih-benih pemikiran ekonomi dan keuangan Islam telah muncul jauh sebelum masa tersebut. Sepanjang tahun 1990an perkembangan ekonomi syariah di Indonesia relatif lambat. Tetapi pada tahun 2000an terjadi gelombang perkembangan yang sangat pesat ditinjan dari sisi pertumbuhan asset, omzet dan jaringa kantor lembaga perbankan dan keuangan syariah. Pada saat yang bersamaan juga mulai muncul lembaga pendidikan tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam, walaupun pada jumlah yang sangat terbatas, antara lain STIE Syariah di Yogyakarta (1997), D3 Manajemen Bank Syariah di IAIN-SU di Medan (1997), STEI SEBI (1999) , STIE Tazkia (2000), dan PSTTI UI yang membuka konsentrasi Ekonomi dan Keuangan Islam, pada tahun 2001.

Lima tantangan dan problem besar
Namun demikian, sesuai dengan perkembangan ekonomi global dan semakin meningkatnya minat masyarakat terhadap ekonomi dan perbankan Islam, ekonomi Islam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan-tantangan yang besar. Dalam usia yang masih muda tersebut, setidaknya ada lima problem dan tantangan yang dihadapi ekonomi Islam saat ini, pertama, masih minimnya pakar ekonomi Islam berkualitas yang menguasai ilmu-ilmu ekonomi modern dan ilmu-ilmu syariah secara integratif. . Kedua, ujian atas kredibiltas sistem ekonomi dan keuangannya, ketiga, perangkat peraturan, hukum dan kebijakan, baik dalam skala nasional maupun internasional masih belum memadai . Keempat, masih terbatasnya perguruan Tinggi yang mengajarkan ekonomi Islam dan masih minimnya lembaga tranining dan consulting dalam bidang ini, sehingga SDI di bidang ekonomi dan keuangan syariah masih terbatas dan belum memiliki pengetahuan ekonomi syariah yang memadai. Kelima , peran pemerintah baik eksekutif maupun legislatif, masih rendah terhadap pengembangan ekonomi syariah, karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan mereka tentang ilmu ekonomi Islam
Gerakan Menghadapi Tantangan
Sadar akan berbagai problem tersebut ditambah dengan kondisi ekonomi bangsa (umat) yang masih terpuruk, maka tiga tahun lalu, para ekonom muslim yang terdiri dari akademisi dan praktisi ekonomi Islam se-Indonesia berkumpul di Jakarta, tepatnya di Istana Wakil Presiden Republik Indonesia pada tanggal 3 Maret 2004 dalam sebuah forum Konvensi Nasional Ekonomi Islam. Keesokan harinya, bertempat di Universitas Indoensia, yakni pada tanggal 4 Maret 2004, dideklarasikan-lah lahirnya sebuah wadah Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) oleh para tokoh ekonomi Islam nasional, Gubernur Bank Indonesia, BurhanuddinAbdullah, ulama (MUI), K.H Maruf Amin, Direktur Utama Bank Muamalat, A.Riawan Amin, Ketua Umum BAZIS saat itu Ahmad Subianto, dan pakar ekonomi Islam dari Timur, Prof. Halidey, dan disaksikan ratusan ahli/akademisi dan praktisi ekonomi syariah se Indoensia.
Dari acara konvensi nasional dan deklarasi IAEI tersebut perlu dicatat, bahwa para akademisi, praktisi, ulama dan regulator (BI), bergabung, bersinergi dan memiliki visi yang sama untuk mengembangkan ekonomi Islam di Indonesia, setelah sehari sebelumnya mendapat dukungan dan respon positif dari Wakil Presiden Republik Indonesia, Hamzah Haz, saat itu. Ketika itu, ada keyakinan bersama, yaitu jika berbagai elemen penting dari umat tersebut bersinergi, maka dalam waktu yang tidak terlalu lama, ekonomi Islam akan mampu memberikan konstribusi yang besar dan nyata bagi pembangunan ekonomi bangsa yang sekian lama terpuruk dalam krisis moneter dan ekonomi.
Oleh karena itu IAEI merumuskan visinya, yaitu menjadi wadah para pakar ekonomi Islam yang memiliki komitmen dalam mengembangkan dan menerapkan ekonomi syariah di Indonesia.
Sebagai sebuah wadah assosiasi para pakar dan profesional, IAEI lebih mengutamakan program pengembangan Ilmu Pengetahuan di bidang ekonomi syariah melalui riset ilmiah untuk dikonturibusikankan bagi pembangunan ekonomi, baik ekonomi dunia maupun ekonomi Indonesia. Karena itu IAEI terus bekerja membangun tradisi ilmiah di kalangan akademisi dan praktisi ekonomi syariah di Indonesia.
Misi IAEI selanjutnya ialah menyiapkan sumberdaya manusia Indonesia yang berkualitas di bidang ekonomi dan keuangan Islam melalui lembaga pendidikan dan kegiatan pelatihan. Juga, membangun sinergi antara lembaga keuangan syariah, lembaga pendidikan dan pemerintah dalam membumikan ekonomi syariah di Indonesia. Selain itu IAEI juga akan berusaha membangun jaringan dengan lembaga-lembaga internasional, baik lembaga keuangan, riset maupun organisasi investor internasional
Peranan IAEI
Dalam perjalanannya yang masih relatif baru, IAEI telah banyak berperan dalam mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia. IAEI telah banyak menggelar berbagai kegiatan, walaupun dengan dukungan dana yang terbatas, seperti Simposium Kurikulum Nasional, Rapat Kerja Nasional I IAEI di Arthaloka, PNM, Seminar Perbankan Syariah, dsb.
IAEI juga telah melaksanakan Muktamar IAEI di Medan pada 18-19 September 2005 yang dirangkaikan dengan Seminar dan Simposium Internasional Ekonomi Islam sebagai Solusi. Pada momentum itu juga dilakukan penyunan draft blueprint Ekonomi Islam Indonesia.
Pasca muktamar IAEI juga telah banyak dilaksanakan berbagai program lkegiatan, antara lain, mendorong dan mengadvise diselengarakannya kajian, konsentrasi maupun Program Stdui Ekonomi islam, baik di D3, S1, S2 maupun S3 Ekonomi Islam. Berbagai kegiatan seminar dan workshop ekonomi syariah telah digelar, Silaturrahmi Nasionalk IAEI, diskusi ilmiah bulanan antar kampus yang secara rutin dilaksanakan.
IAEI juga berperan aktif dalam penyusunan draft Kompilasi Hukum Ekonomi Islam Indoneia yang diprakarsai baik oleh BPHN (Departemen Hukum dan Perundang-Undangan) maupun Mahkamah Agung Republik Indonesia. Selain itu, IAEI seringkali diundang sebagai pembicara (nara sumber) dalam forum-forum ilmiah tentang ekonomi Islam, baik taraf nasional maupun internasional. IAEI juga telah beberapa kali memberikan materi ekonomi dan bank syariah kepada para ulama, seperti terhadap Korps Muballigh Jakarta dan Majalis Ulama di daerah. IAEI juga telah bekerjasama dengan FoSSEI melaksakanan Olympiade Ekonomi Syariah memperebutkan piala bergilir IAEI sejak tahun 2007. Penerbitan buletin ekonomi syariah dan penulisan artikel ekonomi syariah di koran juga telah banyak dilakukan IAEI.
Selain itu, IAEI juga telah membentuk kepengurusan IAEI di berbagai wilayah propinsi, daerah serta komisariat-komisariat di berbagai Perguruan Tinggi. Banyak di antaranya telah dilantik sebagai pengurus IAEI wilayah maupun komisariat. Kini terdapat lebih dari 30 Pengurus DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) dan Komisariat IAEI yang tersebar di seluruh Indonesia.
Penutup
Demikianlah peran ekonom muslim yang tergabung dalam IAEI diusianya yang relatif muda tersebut. Mudah-mudahan peranan yang dimainkan IAEI di masa depan lebih besar dan signifikan lagi untuk menegakkan ekonomi yang berkeadilan yang membawa rahmat bagi semua elemen bangsa. Selanjutnya diharapkan semua lembaga ekonomi syariah, regulator, ulama, akademisi, para pengusaha (aghniya) hendaknya bersinergi menyatukan langkah membangun bangsa ini, karena IAEI sebagai sebuah wadah para ahli ekonomi Islam tidak akan mampu menghadapi tantangan dan problem besar yang sedang kita hadapi tanpa adanya sinergi dan kebersamaan di antara berbagai elemen tersebut. Dengan mengharap bantuan Allah dan komitmen kita bersama Insya Allah kemaslahatan bangsa (kesejahteraan material dan spiritual) dapat terwujud. Amin (Penulis adalah Sekjen IAEI, Dosen Pascasarjajan PSTTI Ekonomi dan Keuangan Islam Universitas Indonesia dan Pascasarjana Islamic Economics and Finance Universitas Trisakti dan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta)


Sumber : agustianto.wordpress.com


Selasa, 13 Mei 2008

Ekonomi Syariah dan Perang Melawan Kemiskinan

Kemiskinan dimanapun tempat di penjuru dunia adalah musuh manusia dan kemanusiaan. Karena kemiskinan, manusia kehilangan hak-hak kemanusiaannya: jutaan orang mati kelaparan, jutaan penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap dunia pendidikan, serta tingkat kesehatan masyarakat miskin dunia yang sangat rendah yang menyebabkan angka kematian yang tinggi. Karena kemiskinan pula kemanusiaan tercerabut dari dalam hati nurani manusia yang ditandai dengan maraknya tindak kriminalitas yang mengatasnamakan kemiskinan.

Islam sebagai agama ternyata memiliki perhatian yang sangat besar terhadap masalah kemiskinan. Bahkan di dalam salah satu haditsnya, Rasulullah Muhammad saw. mengatakan bahwa: kemiskinan, kebodohan dan penyakit merupakan musuh agama (Islam). Di dalam hadits lain, Rasulullah bahkan mengatakan dengan tegas bahwa seorang muslim tidak diakui keimanannya bilamana ia tidur dengan kekenyangan sementara tetangganya dalam keadaan lapar.

Jika Islam mengatakan dengan tegas bahwa ia merupakan agama yang sangat memusuhi kemiskinan, lalu timbul pertanyaan : mengapa di negeri tercinta ini, yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam dan merupakan negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia begitu akrab dengan kemiskinan? Jawabannya adalah karena umat Islam khususnya umat Islam Indonesia mengaku muslim tetapi tidak (belum) mengapilaksikan nilai-nilai yang diajarkan Islam yang diyakininya dengan baik.

Di antara nilai-nilai yang diajarkan Islam dalam rangka memerangi kemiskinan adalah adanya konsep ekonomi Islam atau Ekonomi Syariah. Meski masih dalam tataran penggodogan dan bisa dikatakan belum cukup matang sebagai sebuah disiplin ilmu, Ekonomi Syariah kini tengah menjadi primadona di seantero kolong langit termasuk di Indonesia. Berbagai diskusi, kajian, seminar dan sebagainya tentang Ekonomi Syariah selalu memicu antusiasme masyarakat untuk mengetahui lebih jauh tentang hal tersebut. Ekonomi Syariah, bahkan dinilai sebagai kandidat terkuat sebagai alternative ekonomi kapitalis yang hingga saat ini belum bisa menyelesaikan permasalahan perekonomian dunia. Begitu maraknya wabah syariah sampai-sampai banyak institusi perekonomian di negeri ini sangat percaya diri menyandang kata syariah sebagai nama institusi tersebut seperti Bank Syariah, Asuransi Syariah, Akuntansi Syariah dan sebagainya.

Lalu, apakah yang ditawarkan Ekonomi Syariah sehingga menjadi primadona dalam menyelesaikan masalah kemiskinan? Hal inilah yang akan dikemukakan oleh penulis dalam artikel ini.

Keunggulan konsep Islam dalam memerangi kemiskinan didasarkan pada keunggulan strategi yang ditawarkan dalam mengatasi permasalahan tersebut, yaitu sebelum timbulnya kemiskinan (preventif) dan sesudah kemiskinan terjadi (solutif).

Pertama, Islam mengantisipasi kemungkinan timbulnya kemiskinan di masyarakat dengan menganjurkan seorang muslim untuk senantiasa bekerja, yakni pekerjaan yang baik yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Guna memotivasi pemeluknya untuk bekerja, Islam menjadikan kegiatan bekerja bernilai ibadah di sisi Tuhan. Di dalam Islam, motivasi kerja tidak hanya balasan berupa materi atas apa yang diusahakannya, melainkan sebagai instrument mendapatkan pahala akhirat. Dengan kata lain, demi mematahkan rantai kemiskinan Islam melakukan tindakan preventif dengan menghancurkan akar kemiskinan, yaitu pengangguran.

Kedua, setelah kemiskinan itu timbul di masyarakat, Islam memiliki ‘obat penawar’ bagi kemiskinan tersebut. ‘Obat Penawar’ kemiskinan ini berasal dari kaum kaya sebagai wujud kepedulian terhadap kaum miskin, lagi-lagi dalam konteks ibadah. Harta atau materi yang dikeluarkan kaum kaya kepada kaum miskin dijanjikan balasannya di akhirat kelak berupa pahala yang akan mengantarkan pelakunya kepada kebahagiaan abadi: surga.

Pengeluaran kaum kaya untuk membantu kaum misin terdiri dari 2 macam, pengeluaran yang bersifat memaksa (wajib) dan pengeluaran yang sifatnya sukarela (nonwajib). Jenis yang disebutkan pertama disebut dengan obligatory system—atau dikenal dengan istilah zakat yang merupakan salah satu rukun Islam yang diwajibkan bagi orang yang telah memiliki batas minimal harta (nisab) dan telah memiliki harta tersebut selama batas waktu tertentu (haul) berdasarkan jenis harta. Jenis pengeluaran ini diperuntukkan khusus bagi delapan golongan sebagaimana diatur dalam QS. 9: 60. Sedangkan jenis yang kedua disebut sebagai voluntary system yang terdiri dari berbagai jenis pengeluaran sekunder seperti shadakah, wakaf, jizyah, kharaj, fay dan sebagainya. Jenis pengeluaran yang kedua ini memiliki sasaran yang lebih luas dan lebih fleksibel dari jenis yang pertama. Orang yang ingin menjadi partisipan system ini tidak mutlak orang kaya.

Begitulah Islam. Agama ini tak hanya mengatur hubungan vertical manusia dengan Sang Pencipta, tetapi memiliki konsep yang paripurna terhadap hubungan social manusia dengan sesamanya. Salah satu yang sangat fenomenal adalah wacana ekonomi syariah guna menyelesaikan permasalahan umat. Ekonomi syariah dituntut untuk menyelesaikan berbagai permasalahan umat: mewujudkan keadilan social dengan mempersempit jurang pemisah antara kaum kaya dan kaum miskin dan mengurangi tingkat kemiskinan.

Buka Mata

Para pembaca mungkin menganggap terlalu dini bagi penulis untuk mengatakan bahwa Ekonomi Syariah akan menjadi solusi bagi begitu banyak permasalahan yang dihadapi bangsa Indoensia. Namun berbagai fenomena baik di negara ini pada khususnya maupun di dunia pada umumnya, mungkin bisa membuka mata pembaca. Bank-bank syariah telah menarik perhatian masyarakat dunia karena system bagi hasil yang adil dan larangan riba, perjudian dan penipuan—yang semuanya adalah hal yang merugikan orang lain. Di samping itu, Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat cukup berhasil dalam memobilisasi dana guna membantu negara menjalankan fungsi mewujudkan kesejahteraan social; memberi beasiswa bagi siswa tidak mampu agar dapat mengakses pendidikan, membantu modal kaum dhuafa untuk meningkatkan perekonomian serta menyediakan layanan kesehatan cuma-cuma bagi fakir miskin.

sumber : ukasbaik.wordpress.com

Jumat, 09 Mei 2008

Pengenalan Zakat

Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan oleh agama, dan disalurkan kepada orang–orang yang telah ditentukan pula, yaitu delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 :

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .”

Zakat dalam bahasa Arab mempunyai beberapa makna :

Pertama, zakat bermakna At-Thohuru, yang artinya membersihkan atau mensucikan. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat karena Allah dan bukan karena ingin dipuji manusia, Allah akan membersihkan dan mensucikan baik hartanya maupun jiwanya. Allah SWT berfirman dalam surat At-Taubah ayat 103:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo'alah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Kedua, zakat bermakna Al-Barakatu, yang artinya berkah. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu membayar zakat, hartanya akan selalu dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT, kemudian keberkahan harta ini akan berdampak kepada keberkahan hidup. Keberkahan ini lahir karena harta yang kita gunakan adalah harta yang suci dan bersih, sebab harta kita telah dibersihkan dari kotoran dengan menunaikan zakat yang hakekatnya zakat itu sendiri berfungsi untuk membersihkan dan mensucikan harta.

Ketiga, zakat bermakna An-Numuw, yang artinya tumbuh dan berkembang. Makna ini menegaskan bahwa orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya (dengan izin Allah) akan selalu terus tumbuh dan berkembang. Hal ini disebabkan oleh kesucian dan keberkahan harta yang telah ditunaikan kewajiban zakatnya. Tentu kita tidak pernah mendengar orang yang selalu menunaikan zakat dengan ikhlas karena Allah, kemudian banyak mengalami masalah dalam harta dan usahanya, baik itu kebangkrutan, kehancuran, kerugian usaha, dan lain sebagainya. Tentu kita tidak pernah mendengar hal seperti itu, yang ada bahkan sebaliknya.

Selama beraktivitas di Lembaga Amil Zakat, sampai saat ini penulis belum menemukan orang –orang yang rutin menunaikan zakat kemudian berhenti dari menunaikan zakat disebabkan usahanya bangkrut atau ekonominya bermasalah, bahkan yang ada adalah orang–orang yang selalu menunaikan zakat, jumlah nominal zakat yang dikeluarkannya dari waktu ke waktu semakin bertambah besar, itulah bukti bahwa zakat sebenarnya tidak mengurangi harta kita, bahkan sebaliknya. Memang secara logika manusia, dengan membayar zakat maka harta kita akan berkurang, misalnya jika kita mempunyai penghasilan Rp. 2.000.000,- maka zakat yang kita keluarkan adalah 2,5 % dari Rp. 2.000.000,- yaitu Rp 50.000,-. Jika kita melihat menurut logika manusia, harta yang pada mulanya berjumlah Rp.2.000.000,- kemudian dikeluarkan Rp. 50.000,- maka harta kita menjadi Rp. 1.950.000,- yang berarti jumlah harta kita berkurang. Tapi, menurut ilmu Allah yang Maha Pemberi rizki, zakat yang kita keluarkan tidak mengurangi harta kita, bahkan menambah harta kita dengan berlipat ganda. Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rum ayat 39 :

“Dan sesuatu riba yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipat gandakan .”

Dalam ayat ini Allah berfirman tentang zakat yang sebelumnya didahului dengan firman tentang riba. Dengan ayat ini Allah Maha Pemberi Rizki menegaskan bahwa riba tidak akan pernah melipat gandakan harta manusia, yang sebenarnya dapat melipat gandakannya adalah dengan menunaikan zakat.

Keempat, zakat bermakna As-Sholahu, yang artinya beres atau keberesan, yaitu bahwa orang orang yang selalu menunaikan zakat, hartanya akan selalu beres dan jauh dari masalah. Orang yang dalam hartanya selalu ditimpa musibah atau masalah, misalnya kebangkrutan, kecurian, kerampokan, hilang, dan lain sebagainya boleh jadi karena mereka selalu melalaikan zakat yang merupakan kewajiban mereka dan hak fakir miskin beserta golongan lainnya yang telah Allah sebutkan dalam Al – Qur’an.

Sumber : rumahzakat.org
Penulis : Ust. Iskandar Zulkarnaen

Riba dan Bunga Bank

Riba secara bahasa berarti tambahan dan secara istilah berarti tambahan pada harta yang disyaratkan dalam transaksi dari dua pelaku akad dalam tukar menukar antara harta dengan harta1. Sebagian ulama ada yang menyandarkan definisi riba pada hadits yang diriwayatkan al-Harits bin Usamah dari Ali bin Abi Thalib, yaitu bahwa Rasulullah SAW bersabda: Setiap hutang yang menimbulkan manfaat adalah riba.

Pendapat ini tidak tepat, karena, hadits itu sendiri sanadnya lemah, sehingga tidak bisa dijadikan dalil. Jumhur ulama tidak menjadikan hadits ini sebagai definisi riba, karena tidak menyeluruh dan lengkap, disamping itu ada manfaat yang bukan riba yaitu jika pemberian tambahan atas hutang tersebut tidak disyaratkan.

Sejarah Riba

Riba memiliki sejarah yang sangat panjang dan prakteknya sudah dimulai semenjak bangsa Yahudi sampai masa Jahiliyah sebelum Islam dan awal-awal masa ke-Islaman. Padahal semua agama Samawi mengharamkan riba karena tidak ada kemaslahatan sedikitpun dalam kehidupan bermasyarakat. Allah SWT berfirman:

فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا. وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih (QS an-Nisaa: 160-161)

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ . يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ. يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ . فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ .

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (QS al-Baqarah 275,276, 278,279)

Rasulullah SAW bersabda:

عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ

Artinya: Dari Jabir berkata: Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, yeng memberi makan, pencatatnya dan kedua orang saksinya (HR Muslim)


Pembagian Riba

Riba dibagi menjadi dua yaitu riba Fadl (riba jual beli) dan riba Nasiah (riba hutang). Riba� Nasiah disebut juga riba Jahiliyah. Riba Fadl adalah tambahan pada salah satu dari dua alat tukar (barang) yang satu jenis. Riba Nas�ah adalah riba yang disebabkan oleh adanya penundaan (hutang) yang terjadi pada harta riba.


Harta Riba

Harta yang dapat mengandung riba disebutkan dalam hadits:

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ *

Artinya: Dari Ubadah bin Shamait berkata: Rasulullah SAW bersabda: Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, terigu dengan terigu, korma dengan korma, garam dengan garam hamus sama bertanya dan tunai. Jika jenisnya berbeda maka juallah sekehendakmu tetapi harus tunai (HR Muslim).

Harta Riba terbagi menjadi dua, emas dan perak yaitu alat tukar. Tepung terigu, gandum, korma dan garam yaitu makanan.


Ilat Riba

Para ulama berbeda pendapat mengenai ilat atau alat ukur untuk mengetahui riba pada harta. Madzhab Hanafi dan Hambali berpendapat bahwa terjadinya riba pada enam jenis barang yang disebutkan hadist dan segala macam yang dapat ditimbang dan ditakar baik berupa makanan atau bukan, harga atau bukan. Pendapat ini memiliki konsekwensi bahwa riba terjadi pada barang apa saja yang dapat ditimbang dan ditakar. Dan pendapat ini sangat sulit untuk diterapkan. Karena dapat dipastikan transaksi apa saja antara dua jenis barang yang dapat ditimbang dan ditakar maka mengandung riba.

Sedangkan Madzhab Syafi'i berpendapat bahwa ilat pada keempat harta riba adalah makanan, sedangkan pada kedua harta adalah terbatas pada emas dan perak saja. Sehingga harta atau alat tukar yang bukan dari emas dan perak tidak termasuk harta riba. Pendapat ini akan dijadikan alasan kuat bahwa trnasaksi uang yang berlaku sekarang tidak termasuk riba karena bukan emas dan perak.

Madzhab Maliki berpendapat bahwa ilat riba pada dua jenis harta emas dan perak adalah nilainya atau harganya yang dapat dijadikan alat tukar, sedangkan pada empat harta lainnya adalah makanan pokok yang dapat disimpan.

Pendapat yang benar dan sesuai dengan realitas sekarang adalah pendapat Madzhab Maliki. Sehingga riba akan terjadi pada semua jenis makanan pokok yang dapat diawetkan dan semua jenis alat tukar yang memiliki nilai selain emas dan perak.

Riba yang menjadi pembahasan para ulama yang terkait dengan bunga bank adalah riba Nasiah atau riba hutang atau riba Jahiliyah. Topik inilah yang menjadi isu sentral sekarang ini, dan ini pulalah yang dipraktekkan oleh bank-bank konvensional.


Apakah Bunga Bank itu Riba ?

Untuk mengetahui apakah bunga bank identik dengan riba , terlebih dahulu harus mengetahui aktivitas bank. Bank konvensinal selalu bermuamalah dengan hutang (qard). Bank berhubungan dengan nasabah berupa hutang, baik meminjamkan uang pada nasabah atau nasabah mendepositokan uang di bank. Itulah aktivitas inti pada bank konvensional walaupun ada aktivitas lain seperti jasa, investasi dll. Dalam aktivitas hutang-piutang selalu menggunakan bunga bank. Dengan mengetahui aktivitas bank, kita dapat menyimpulkan bahwa bunga bank adalah riba yang diharamkan, bahkan riba yang paling jahat yaitu riba hutang atau riba jahiliyah. Dan pendapat inilah yang disepakati oleh para ulama, diantaranya ulama yang tergabung pada Lembaga Riset Islam Al-Azhar di Kairo tahun 1965, Lembaga Fiqh Islam OKI di Jeddah tahun 1985, Lembaga Fiqh Islam Rabithah Alam Islami di Mekkah tahun 1406 H, Keputusan Muktamar Bank Islam Kedua di Kuwait tahun 1983, Fatwa Mufti Mesir tahun1989, telah menyepakati bahwa bunga bank adalah riba1.

Sebagaian ulama membolehkan bermuamalah dengan bunga bank karena darurat atau kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Mereka berdalil bahwa kondisi darurat membolehkan sesuatu yang haram ((الضرورة تبيح المحضورة. Untuk menjawab masalah ini maka harus melihat definisi darurat dan hajat menurut para ulama.

Para ulama sepakat bahwa yang disebut darurat adalah sesuatu yang jika tidak melakukan yang diharamkan Allah dipastikan akan menimbulkan bahaya kematian atau mendekati kematian. Dalam kondisi seperti inilah dibolehkan sesuatu yang haram sebagaimana disebutkan dalam ayat dibolehkannya makan bangkai, darah dll. Adapun hajat yaitu kondisi pada seseorang jika tidak melakukan yang diharamkan berada dalam posisi yang berat dan sulit.

Perbedaan antara darurat dan hajat adalah: Pertama, kondisi darurat menyebabkan dibolehkannya sesuatu yang diharamkan Allah baik yang menimpa individu maupun jamaah sedangkan hajat tidak mendapatkan dispensasi keringanan dari hukum kecuali jika hajat tersebut menimpa jamaah (kelompok manusia). Karena setiap individu memiliki hajat masing-masing dan berbeda dari yang lain maka tidak mungkin setiap orang mendapatkan hukum khusus. Lain halnya pada kondisi darurat karena ia merupakan kondisi yang langka dan terbatas. Kedua, Hukum rukhsoh karena darurat adalah penghalalan sementara pada sesuatu yang diharamkan secara nash dan penghalalan tersebut selesai dengan lenyapnya kondisi darurat dan terbatas pada seseorang yang tertimpa kondisi tersebut. Adapun hukum yang dibangun atas hajat adalah hukum yang tidak bertentangan dengan nash tetapi bertentangan dengan kaidah dan qiyas yang bersifat umum.

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa bunga bank yang diharamkan adalah bunga bank yang konsumtif sedangkan yang produktif tidak dilarang. Tetapi pendapat ini bertentangan dengan realitas masyarakat Quraisy di Mekkah dimana mayoritas mereka adalah pedagang yang biasa melakukan perdagangan luar negeri antara Yaman dan Syam, dan mereka bermuamalah dengan riba� untuk tujuan dagang.

Pendapat ulama yang lain mengatakan bahwa bunga bank yang diharamkan adalah bunga bank yang berlipat ganda itu (adhafan mudhaafah) sedang riba yang kecil seperti 10 % , atau 5% tidak termasuk riba yang dilarang. Tetapi pendapat ini juga tertolak karena ungkapan adhafan mudhaafah adalah dalam konteks menerangkan kondisi obyektif riba atau bunga bank dan sekaligus mengecamnya. Bahkan jika kita berpegang pada zhahirnya ayat maka yang disebut berlipat ganda itu besarnya 600 % -sebagaimana dikatakan Prof. Dr. Muhammad Diraz- karena kata adhaf merupakan bentuk jama, paling sedikit tiga, maka jika tiga dilipatgandakan akan menjadi enam maka berlipat ganda berarti 6 kali atau 600%. Maka hal ini tidak akan pernah terjadi pada perbankan manapun.

Dengan demikian tidak ada alasan lagi bagi umat Islam bermuamalah dengan bunga bank yang dilakukan oleh bank konvensional. Apalagi sekarang sudah mulai bermunculan Bank Islam atau Bank Syariah yang tidak mempraktekkan riba.

Masalah yang timbul adalah banyak umat Islam yang sudah menyimpan uangnya di bank konvensional yang mendapatkan bunga. Jika bunga tersebut tidak diambil maka ini menguntungan bank tersebut tetapi jika diambil itu adalah riba. Maka jalan tengah yang dapat ditempuh adalah bunga bank tersebut diambil tetapi alokasi penggunaanya untuk hal-hal yang bersifat umum dan tidak dimiliki pribadi atau kepentingan dakwah. Alokasi yang dapat dimungkinkan adalah untuk perbaikan atau pembangunan jalan umum, MCK, solokan air dll.

Sumber : syariahonline.com

Kamis, 08 Mei 2008

Mimpi

Sahabatku, saya yakin kalian semua pasti mempunyai mimpi-mimpi untuk hidup kalian di masa depan. Tentu saja mimpi kalian itu adalah mimpi-mimpi yang indah untuk sesuatu yang lebih baik dari saat ini. Saya yakin kalian semua sudah atau sedang memimpikan, merancang, dan membangun masa depan kalian, memimpikan kesuksesan dalam hidup hidup kalian, apakah itu sukses dunia atau malah sukses akhirat.

Kalau boleh saya artikan, mimpi itu adalah beberapa keinginan yang muncul dari dalam pikiran dan akal seseorang dimana keinginan itu menjadi sesuatu yang harus terwujudkan di masa depan. Mungkin lebih tepat kalau mimpi itu kita sebut sebagai cita-cita, tapi menurut saya cita-cita hanya tertuju pada satu hal atau bersifat tunggal sedangkan mimpi lebih bersifat jamak karena banyak sekali keinginan di dalamnya.

Tentu saja mimpi itu berkaitan dengan masa depan. Kalau kita berbicara tentang masa depan, sudah tentu masa depan itu menjadi sesuatu yang masih penuh tanda tanya untuk kita semua. Baik buruknya masa depan seseorang, tergantung dari usaha dan perjuangan seseorang di saat ini. Jika dia selalu bekerja keras dan pantang menyerah dalam berusaha, maka besar kemungkinan masa depannya akan cemerlang. Tapi jika dia tidak mau bekerja keras dan selalu putus asa, kemungkinan besar masa depannya akan kurang baik.

Sudah mungkin pasti dalam perjuangan kita sering kali terjatuh atau mengalami sebuah kegagalan, tapi pandanglah kegagalan itu sebagai sesuatu yang positif, sesuatu yang akan mencambuk kita agar kita berusaha lebih baik lagi. Kegagalan hanyalah kesempatan untuk memulai lagi dengan lebih pandai (Henry Ford) dan kegagalan bukanlah kegagalan kecuali anda tidak belajar darinya (Dr. Ronald Nindagel). Sekarang, apakah kita bisa bangkit kembali jika kita mengalami kegagalan ? jawabannya hanya, tekadkan diri kita untuk bisa bangkit dari keterpurukan. Pahamilah ini sahabatku, sebuah kata mutiara dari Vince Lombardi, ’kemenangan bukanlah segala-galanya, tetapi perjuangan untuk menang adalah segala-galanya”. Sahabatku, perjuangan untuk mimpi-mimpi yang kita miliki harus kita maksimalkan dan kita usahakan dengan sekuat tenaga agar perjuangan itu bisa menghasilkan sesuatu yang kita harapkan nantinya.

Coba kita renungkan apa yang pernah diungkapkan oleh Soe Hok Gie,”manusia dibentuk oleh ambisi kenyataan-kenyataan kini dan masa lampau. Seseorang pun tak dapat membebaskan dirinya dari masa lampau. Pengalaman-pengalaman pribadi memberi warna pada pandangan dan sikap hidup seseorang untuk seterusnya”. Sepertinya memang benar demikian, bahwa manusia tidak bisa lepas dari masa lalunya. Apakah dengan kurang baiknya masa lalu seseorang, masa depannya menjadi kurang baik juga ? sebaiknya kita tidak berpikir seperti itu. Masa lalu janganlah dijadikan batu sandungan untuk meraih semua impian kita dan sebaiknya dijadikan sebuah pelajaran dan motivasi agar kita bisa melangkah lebih baik untuk masa depan yang cemerlang. ”masalahnya bukanlah apakah anda dijatuhkan, tetapi apakah anda akan bangkit kembali.” (Vince Lombardi). Orang-orang bermimpi untuk kesuksesan mereka dan ketika mereka bangun dari mimpinya, mereka berusaha keras untuk mewujudkan mimpinya itu. Anda benar-benar tidak dapat mengalahkan orang-orang yang tidak pernah menyerah (William James). Dan juga jika anda tidak sanggup menghadapi resiko gagal, jangan iri kepada mereka yang hidup lebih enak. Mereka berjuang dan berkorban untuk apa yang mereka inginkan (Paul Getty).

Imam syahid Hasan Al Bana pernah berkata, ”kenyataan hari ini adalah impian hari kemarin dan kenyataan hari esok adalah mimpi hari ini”. Mungkin juga kita selalu ingat apa yang diajarkan Rasullah SAW, ”jika hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia adalah manusia yang beruntung. Jika hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia adalah manusia yang merugi dan jika hari ini lebih buruk dari hari kearin, maka ia adalah manusia yang celaka”. Sahabatku, semoga kita bukan termasuk orang-orang yang merugi apalagi orang yang celaka. Berdoa, berusaha, dan bertawakalah agar hari esok kita bisa lebih baik dari hari ini.

Jadikanlah kalimat ini sebagai renungan, sahabatku. ”semua impian-impian kita akan menjadi kenyataan jika kita memiliki keberanian untuk mengejar mereka (Walt Disney).”

Selamat berjuang sahabatku, wujudkan mimpi-mimpi manismu untuk sesuatu yang lebih baik di masa depan, sesuatu yang dapat memberikan kesuksesan untuk kalian. Kuatkanlah tekad dan komitmen kalian untuk masa depan yang lebih baik. Berjuanglah dengan gigih dan janganlah berputus asa karena ditengah kesulitan pasti terdapat kemudahan dan jangan biarkan mimpi-mimpi kalian hanya dibilang ”mimpi kali ya”. Bermimpilah dan ketika kalian terbangun dari mimpi itu, wujudkanlah mimpi-mimpi kalian tersebut.

Pergilah sejauh anda bisa memandang dan ketika anda tiba di sana, anda akan memandang lebih jauh. (Dr. Ronald Niednagel)

Sumber : celoteh-adiet.blogspot.com
oleh : Adietya Muhlizar